PEMERINTAH DESA BARENG LAKSANAKAN PEMUTAKHIRAN PETA POLA RUANG DESA DIGITAL

Bareng, Jombang – Pemerintah Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, melaksanakan kegiatan Pemutakhiran Peta Pola Ruang Desa Digital sebagai bagian dari upaya peningkatan tata kelola wilayah dan perencanaan pembangunan desa yang lebih akurat dan berkelanjutan.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program digitalisasi desa yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dan didukung oleh berbagai pihak, termasuk tenaga ahli perencanaan wilayah serta pendamping desa. Proses pemutakhiran peta ini melibatkan pengumpulan data spasial dan informasi tata guna lahan terbaru, guna menyesuaikan dengan kondisi aktual serta kebutuhan pembangunan desa saat ini dan ke depan.

Kepala Desa Bareng (Sukriadi) dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemutakhiran peta pola ruang digital ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih presisi mengenai pemanfaatan lahan di wilayah desa, baik untuk permukiman, pertanian, fasilitas umum, ruang terbuka hijau, maupun kawasan strategis lainnya.

“Dengan adanya peta pola ruang desa digital yang mutakhir, kami berharap perencanaan pembangunan ke depan menjadi lebih terarah dan berbasis data. Ini juga penting untuk mendukung keterbukaan informasi publik dan pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya.

Kegiatan ini juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, perangkat desa, dan lembaga desa lainnya, agar hasil pemetaan benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan dan aspirasi warga.

Pemutakhiran peta ini menjadi fondasi penting dalam penyusunan dokumen perencanaan desa, termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah Desa (RTRWDes) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), sehingga arah pembangunan desa dapat dijalankan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Desa Butuh Wadah Satu Data, Kunci Pelayanan Cepat dan Akurat

Pemerintah desa di berbagai wilayah Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pelayanan publik yang cepat, tepat, dan akurat. Salah satu hambatan utama adalah belum terintegrasinya data desa secara menyeluruh. Untuk itu, banyak pihak mendorong pentingnya pembentukan wadah Satu Data Desa sebagai fondasi dalam pengambilan keputusan dan pelayanan publik yang efisien.

Satu Data Desa merupakan sistem terpadu yang menghimpun, menyinkronkan, dan menyajikan seluruh data desa secara terpusat — mulai dari data kependudukan, data sosial ekonomi, potensi wilayah, hingga realisasi anggaran dan kegiatan pembangunan. Dengan sistem ini, setiap perangkat desa dapat mengakses dan menggunakan data yang sama, menghindari duplikasi dan kekeliruan informasi.

“Sering kali kita temukan data antara RT, RW, perangkat desa, dan dinas terkait tidak sinkron. Ini membuat banyak program tidak tepat sasaran dan pelayanan publik menjadi lambat,” ujar Ipan Zulfikri, praktisi teknologi desa dari PT Infinity Geo Tech. Ia menambahkan bahwa satu data desa bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi bagian penting dari tata kelola pemerintahan yang modern dan responsif.

Desa-desa yang telah mulai menerapkan konsep satu data menunjukkan peningkatan signifikan dalam pelayanan. Misalnya, pengurusan surat-surat kependudukan, bantuan sosial, dan pemetaan program pembangunan dapat dilakukan lebih cepat karena semua data tersedia secara digital dan saling terhubung.

Namun demikian, masih banyak desa yang belum memiliki sistem satu data yang baik. Penyebab utamanya antara lain terbatasnya infrastruktur teknologi, kurangnya pelatihan bagi aparatur desa, serta belum adanya sistem yang mudah dioperasikan oleh SDM lokal.

Selain mempercepat pelayanan, satu data desa juga dibutuhkan untuk mendukung program nasional seperti registrasi sosial ekonomi (Regsosek), pengentasan kemiskinan ekstrem, hingga perencanaan pembangunan daerah berbasis data mikro.

Dengan membangun sistem satu data yang kuat, desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek pengelola informasi yang strategis untuk masa depan. Wadah satu data desa adalah langkah maju menuju tata kelola desa yang cerdas, efisien, dan inklusif.

Desa Wajib Gunakan Sistem Informasi Desa, Wujud Nyata Keterbukaan Publik

Pemerintah desa kini diwajibkan untuk memanfaatkan Sistem Informasi Desa (SID) sebagai salah satu instrumen utama dalam mewujudkan keterbukaan informasi publik. Kewajiban ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 serta UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menegaskan pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Sistem Informasi Desa merupakan sarana digital yang memungkinkan pemerintah desa menyampaikan informasi secara cepat, akurat, dan terbuka kepada masyarakat. Informasi yang dimuat dalam SID meliputi data kependudukan, profil desa, potensi wilayah, program pembangunan, hingga laporan penggunaan anggaran.

“Kami mendorong setiap desa agar tidak hanya membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), tetapi juga aktif memperbarui data dan informasi di Sistem Informasi Desa,” ujar Ipan Zulfikri, penggiat teknologi desa dari PT Infinity Geo Tech. Menurutnya, SID bukan hanya alat bantu administrasi, tetapi juga jembatan antara pemerintah desa dan masyarakat untuk membangun kepercayaan dan akuntabilitas.

Namun, implementasi SID di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa desa terkendala jaringan internet yang tidak stabil, keterbatasan SDM, hingga belum adanya dukungan anggaran operasional untuk pengelolaan sistem informasi secara profesional.

Meski begitu, pemerintah pusat melalui Kemendes PDTT terus memberikan pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas operator SID di desa-desa seluruh Indonesia. Dalam jangka panjang, sistem ini diharapkan menjadi fondasi utama bagi desa digital dan pemerintahan desa berbasis data.

Dengan adanya SID, masyarakat desa kini tidak perlu lagi datang ke kantor desa untuk sekadar menanyakan program pembangunan atau laporan keuangan. Semua bisa diakses secara daring, sebagai bentuk transparansi, efisiensi, dan pelayanan publik yang lebih baik.

Transparansi Anggaran Desa, Kunci Pembangunan yang Bersih dan Partisipatif

15 Juni 2025 — Transparansi anggaran desa kini menjadi sorotan utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih, akuntabel, dan partisipatif. Dengan semakin besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat ke desa-desa, kebutuhan akan keterbukaan informasi terkait pengelolaan anggaran menjadi semakin mendesak.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat desa memiliki hak untuk mengetahui, mengawasi, bahkan berpartisipasi langsung dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa. Namun, dalam praktiknya, masih banyak desa yang belum secara optimal menerapkan prinsip transparansi, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan.

“Transparansi anggaran bukan sekadar memenuhi kewajiban hukum, tapi juga cara efektif membangun kepercayaan antara pemerintah desa dan warganya,” ujar Ipan Zulfikri, pemerhati desa sekaligus pengembang teknologi informasi untuk pemerintahan desa. Ia menambahkan, keterbukaan informasi dapat mencegah penyimpangan, meningkatkan partisipasi warga, dan mempercepat pembangunan.

Beberapa desa telah memulai langkah konkret dengan memasang baliho realisasi APBDes di tempat strategis, menyebarkan informasi lewat media sosial, hingga menggunakan aplikasi berbasis web yang bisa diakses masyarakat secara real-time.

Desa Papayan di Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, misalnya, telah menggunakan sistem informasi digital yang memungkinkan warga melihat langsung alokasi dan penggunaan dana desa. Hal ini berdampak positif, karena warga menjadi lebih peduli dan terlibat dalam pembangunan, serta pengawasan sosial terhadap aparatur desa berjalan lebih efektif.

Meski begitu, tantangan tetap ada. Minimnya literasi digital, keterbatasan kapasitas SDM, serta resistensi dari pihak-pihak tertentu masih menjadi hambatan dalam mendorong keterbukaan informasi secara menyeluruh.

Dengan penguatan sistem transparansi dan partisipasi warga, anggaran desa dapat dikelola lebih baik, tepat sasaran, dan berdaya guna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Di era digital saat ini, transparansi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.